Minggu, 31 Agustus 2014

Lagu Kebangsaan dan Tata Kehormatan

TATA LAGU KEBANGSAAN
1.  Lagu    kebangsaan   NKRI   selanjutnya  disebut  lagu   Kebangsaan adalah Indonesia Raya (pasal 1 ayat (3) UU No. 24 Tahun 2009);
2.  Lagu  kebangsaan wajib diperdengarkan dan/atau dinyanyikan untuk menghormati bendera negara pada waktu pengibaran/penurunan bendera negara yang diadakan dalam upacara (pasal 59 ayat (3) UU No. 24 Tahun 2009);
3.   Setiap orang yang hadir pada saat lagu kebangsaan diperdengarkan dan/atau wajib dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat (pasal62 UU No.24 Tahun 2009);
4.   Pada   waktu   mengiringi   pengibaran/penurunan bendera negara tidak dibenarkan dengan menggunakan musik dari Tape Rekorder atau piringan  (pasal 21 huruf d PP No. 62 Tahun 1990);


C.  TATA PENGHORMATAN
      Pasal 31 UU. 9 Tahun 2010
(1)  Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau  organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi mendapat penghormatan.
(2) Penghormatan sebagaimana dimaksud pada (1) meliputi :
  1. a.           penghormatan dengan bendera Negara;
  2. b.           penghormatan dengan lagu kebangsaan; dan/atau
    1. c.           bentuk penghormatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Tata penghormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan.
    Aturan untuk melaksanakan pemberian hormat bagi pejabat Negara, pejabat pemerintah, dan tokoh masyarakat tertentu dalam acara kenegaraan atau acara resmi, (pasal 1 ayat (8) PP No.62 Tahun 1990).

HAK PENGHORMATAN
Pejabat  Negara, pejabat pemerintah dan tokoh masyarakat tertentu mendapat penghormatan dan perlakuan sesuai dengan kedudukannya dan harus diberikan agar dapat melaksanakan tugas secara lebih berhasilguna dan berdayaguna.

PENGHORMATAN JENAZAH
(Berkabung/Bendera Negara dikibarkan setengah tiang)
  1. 1.    Tujuh hari bagi presiden, dan wakil presiden, mantan presiden/wakil  presiden (berkabung di seluruh Wilayah NKRI);
  2. 2.    Dua hari bagi pimpinan lembaga negara, Menteri/setingkat Menteri (berkabnung terbatas pada Gedung/Kantor pejabat yang bersangkutan).
  3. 3.    Satu hari bagi anggota lembaga negara, kepala daerah, Pimpinan DPRD (berkabung terbatas pada Gedung/Kantor pejabat yang bersangkutan ).
     Pasal 12 UU Nomor 24 Tahun 2009.

Penggunaan Lambang-lambang kehormatan NKRI harus selaras dengan kedudukannya sebagai tanda kehormatan /kedaulan NKRI (PP No. 40, 43 dan 44 Tahun 1958 dan UU No 24 Tahun 2009).
Penghormatan  berupa bantuan sarana, pemberian perlindungan, ketertiban dan keamanan.
Penghormatan berupa bantuan sarana, pemberian perlindungan, ketertiban dan keamanan yang diperlukan dalam melaksanakan acara/tugas diberikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku baginya dengan tidak menimbulkan sifat berlebihan.


D.  TAMU NEGARA, TAMU PEMERINTAH, DAN/ATAU
     TAMU LEMBAGA NEGARA LAINNYA
     Pasal 32 UU. 9 Tahun 2010
Tamu Negara, tamu pemerintah, dan/atau tamu kenbaga Negara lain yang berkunjung ke Negara Indonesia mendapat pengaturan keprotokolan

     Pasal 33 UU. 9 Tahun 2010
(1) Tamu Negara terdiri atas presiden, raja, kaisar, ratu, yang dipertuan agung, paus, gubernur jenderal, wakil presiden, perdana menteri, kanselir, dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa.

(2) Tamu pemerintah dan/atau tamu lembaga Negara lainnya dapat terdiri atas pejabat tinggi lembaga Negara asing lain, mantan kepala Negara asing lain, mantan kepala Negara/pemerintahan atau wakilnya, wakil perdana menteri, menteri atau setingkat menteri, dan tokoh masyarakat asing/internasional tertentu lain yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(3)       Kunjungan Tamu Negara sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :
  1. a.     kunjungan kenegaraan;
  2. b.     kunjungan resmi;
  3. c.     kunjungan kerja; atau
  4. d.     kunjungan pribadi.

    Pasal 34 UU. 9 Tahun 2010
    Ketentuan lebih mengenai pengaturan keprotokolan terhadap Tamu Negara,
         tamu pemerintah, dan/atau tamu lembaga Negara lain diatur dengan
         Peraturan Pemerintah.


    KETENTUAN LAIN-LAIN
    Pasal 35 UU. 9 Tahun 2010
    Penyelenggaraan keprotokolan di daerah khusus atau daerah istimewa
    dilaksanakan dengan menghormati kekhususan atau keistimewaan daerah
    tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

    Pasal 36 UU. 9 Tahun  2010
    Pendanaan keprotokolan dalam Acara Kenegaraan dan Acara Resmi
    dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau
    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.


                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar